Judul : Pilkada dan Food Estate Di Kepulauan Nias, Mungkinkah?
link : Pilkada dan Food Estate Di Kepulauan Nias, Mungkinkah?
Pilkada dan Food Estate Di Kepulauan Nias, Mungkinkah?
Oleh Efentinus Ndruru, S.Fil.,M.Sos.
(Dosen Unika St. Thomas, Medan)
Semarak Pilkada Se Kepulauan Nias Hiruk pikuk kontestasi pilkada kabupaten/kota se-kepulauan Nias begitu menyemarak. Protokol kesehatan yang diterapkan oleh pemerintah pun untuk mencegah penyebaran virus covid-19 sering terabaikan, seakan virus corona tidak ada di bumi kepulauan Nias.
Para paslon bahkan “berlomba-lomba” mendatangkan massa pendukung dari seluruh pelosok daerah. Tarian Maena sering sekali menjadi kegiatan utama dalam kampanye, padahal kegiatan itu pada dasarnya melanggar pertokol kesehatan covid-19, ditambah tidak memakai masker. Para tim sukses paslon memposting setiap kegiatan tersebut di akun media sosial, untuk menunjukkan bahwa paslon dukungan mereka lebih hebat dari paslon lain.
Bahkan standar ukuran yang digunakan bukan pada visi dan misi paslon, tetapi lebih pada kemampuan untuk mengumpulkan massa yang lebih banyak. Tokoh-tokoh Politik, agama, budaya dan tokoh lainnya (ada dua versi “orang yang “ditokohin” atau orang yang “menokoh-nokohin”) dari dalam dan luar daerah kepualuan Nias, masing-masing “menyorakkan” antara paslon satu dengan yang lain. Suara mereka lebih lantang dan keras di media sosial, bahkan lebih lantang dari masyarakat yang setiap hari merasakan pahit manisnya sistem pelayanan birokasi di Kepulauan Nias.
Sialnya, suara lantang dan keras itu, sering sekali kita arahkan hanya ke dalam (daerah), padahal suara itu sangat perlu kita lantangkan di luar (pusat). Kemampuan paslon mendatangkan massa melalui derap kaki, bisa menjadi kekuatan untuk mendorong pemerintah pusat mengejar ketertinggalan dari berbagai aspek.
Hiruk pikuk pilkada malah membuat para Paslon dan pendukungnya tidak tahu lagi bahwa Presiden Joko Widodo berkunjung ke Provinsi Sumatera Utara, tapi kali ini bukan di Kepulauan Nias, melainkan Kabupaten Humbahas. Kita berharap agar tahun depan, Pak Presiden Joko Widodo berkunjung ke Nias, untuk melihat daerah Nias yang serba ketertinggalan itu. Presiden mengunjungi Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) untuk meninjau Food Estate atau Lumbung Pangan.
Humbahas merupakan suatu daerah pertanian dan pariwisata yang mampu memikat hari bapak Presiden Joko Widodo beserta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar. Untuk diketahui, Food Estate di Kabupaten Humbahas merupakan lokasi kedua setelah Provinsi Kalimantan tengah yang akan dikembangkan menjadi lahan pertanian berbasis hortikultural sebagai komoditi utama. Ada tiga komoditi utama yang akan dikembangkan di kawasan Food Estate Humbahas diantaranya Kentang, Bawang Merah dan Bawang Putih.
Presiden menegaskan bahwa Provinsi Sumatera Utara memiliki Potensi lahan yang dapat dikembangkan seluas 61.042 hektar (ha) tersebar diempat kabupaten yakni kabupaten Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara, namun untuk kawasan Food Estate atau Lumbung Pangan Sumut akan dibangun di lahan seluas 30.000 ha.
Apa kaitanya dengan Pilkada dan Food Estate? Dalam konteks pilkada se-kabupaten Kepulauan Nias ada berbagai janji-janji politik yang ditawarkan kepada masyarakat, khususnya kepada para petani. Pilkada tahun ini, ada satu Paslon di Kabupaten Nias Barat berjanji menaikkan derajat petani, sebagai program unggulan. Paslon bahkan hadir bersama rakyat dimana biasanya mereka bekerja, maka tidak jarang sosialiasi program paslon diselenggaran dekat persawahan atau lahan pertanian. Apakah itu sebuah pecitraan? Hanya Tuhan dan paslon yang tahu..!
Ada pula Paslon di Kabupaten Nias Selatan yang menjanjikan akan mendatangkan Investor untuk membangun Pabrik Kelapa Sawit dengan mengembangkan konsep PIR (Perkebunan Inti Rakyat). Untuk diketahui luas Lahan Kelapa Sawit di Kabupaten Nias Selatan ada sekitar 0,929,00 ha dengan produksi 0,752 ton. Apakah itu bisa diwujudkan dengan segala regulasi PIR? Mudah-mudahan…!
Artinya, Pilkada dan Pertanian (Food Estate) sering digunakan sebagai instrument meraih simpati pemilih, maka dibutuhkan kecerdasan masyarakat untuk memilah program-program yang ditawarkan oleh Para Paslon. Bagi saya tidak ada yang salah, justru yang salah jika itu tidak teralisasi dengan berbagai alasan.
Marketing Politik dengan mempolitisasi pertanian sangatlah dibutuhkan para pemilih rasional dengan mengedepankan visi dan misi yang terukur. Bukan semata habis pilkada, maka janji pun itu lenyap dari buah bibir para pemimpin. Disini dibutuhkan suara para tokoh untuk mengingatkan para pemimpin daerah, akan janji-janji politiknya. Jangan hanya dibutuhkan dianggap tokoh, habis pelantikan bukan lagi tokoh, tetapi tokoh kepentingan perut. Oleh sebab itu dibutuhkan kerjasama para tokoh baik di daerah maupun di pusat (nasional), sehingga ada power yang menyatukan visi dan misi membangun Nias.
Potensi Pertanian di Kepulauan Nias Kepulauan Nias dengan Luas wilayah 5.625 km2 dengan jarak 80 mil laut dari daratan Sumatera dengan total 132 pulau menyimpan berbagai potensi alam yang Indah, budaya yang unik, sumber daya kelautan, dan pertanian. Salah satu aspek yang menjadi pembahasan dalam artikel ini adalah pertanian di
Kabupaten Se-Kepulauan Nias. Berdasarkan data BPS 2019, Luas tanaman Pisang 135,630 ha dengan produksi 470,57 ton se kepulauan Nias, yang didominasi oleh Kabupaten Nias Selatan dengan produksi 185,34 ton, Kabupaten Nias Utara 103,00, Kabupaten Nias, 90,00 ton, Kabupaten Nias Barat 81,23, dan Kota Gunungsitoli 11,00 ton.
Realitasnya, jumlah Produksi Pisang dari tahun ke tahun hanya sebatas statistic, masih belum “dilirik” oleh pemerintah daerah. Menurut Informasi buah pisang ada sekitar 20 ton setiap hari keluar dari kepulauan Nias, ada yang dikirim ke Aceh, Pekan Baru, Sibolga dan Medan. Setiap kali yang naik kapal Ferry dari Nias ke Aceh Singkil, rata-rata muatanya pisang. Saya berpikir, Pisang dari Nias, tetapi yang punya nama adalah orang Aceh. Sebenarnya, pemerintah daerah melalui BUMD bisa menangkap peluang bisnis dari pisang untuk diolah menjadi tepung.
Produksi kelapa di Kabupaten Nias 871,87 ton dengan luas 1797,20 ha, Kabupaten Nias Utara 5253,25 ha, Nias Selatan 13,672,62 ton dengan luas 20.286,24 ha. Luas Lahan Karet kabupaten Nias 21951 ha dengan produksi 6590,90 ton, Kabupaten Nias Utara dengan luas 35, 295,1 ha, Kabupaten Nias Selatan dengan produksi 9867,44 ton, luas 11.386,25 ha, dan produksi Kabupaten Nias Barat 1987 ton.
Berdasarkan SK Menhut No. 579/Menhut-II/2014 luas hutan berdasarkan fungsi kawasan Hutan KPHL Unit XXXII Nias bahwa Luas Hutan di kepulauan Nias 143.221,30 dengan rincian, Hutan Lindung (HL) 116.761,96 ha dengan luas 81,52%, Hutan Produksi Tetap (HP) 4.695,54 ha dengan luas 3,28 %, Hutan Produksi Terbatas (HPT) 21.764,30 ha dengan luas 15,20%.
Berdasarkan data di atas, penggunaan produktivitas lahan dan pendapatan petani masih belum maksimal. Apalagi curah hujan yang begitu tinggi di Kepulauan Nias yang mengakibatkan kondisi alam sangat lembab dan basah dengan jumlah hari hujan tiap bulan rata-rata 23 hari. Di samping itu, keadaan iklim kepulauan Nias juga sangat dipengaruhi oleh posisinya yang dikelilingi oleh Samudera Hindia.
Oleh sebab itu perlu ada terobosa dari daerah untuk mencermati realitas kehidupan para petani, antara lahan dan produktivitas hasil pertanian.
Food Estate di Kepulauan Nias, Mungkinkah?
Berlatar belakang petani, apakah Nias bisa dijadikan Food Estate? Menurut saya bisa, jika ada kemauan dan hati dari pemimpin daerah se kepulauan Nias. Jika kita mengamati kebijakan pemerintah daerah di sector pemerintah masih jauh dari apa yang diharapkan. Program yang ditawarkan oleh pemerintah sering sekali tidak menjawab realitas kehidupan para petani.
Kita perlu apresiasi program menanam Jagung di Kabupaten Nias selatan pada masa pemerintahan Hilarius Duha - Sozanolo Ndruru, tetapi saya menilai program itu masih setengah hati. Mengapa? Program belum diselesaikan dari hulu ke hilir, dalam hal pendampingan, penyediaan benih, pupuk yang digunakan, dan yang paling penting adalah stabilitas harga di pasar yang belum stabil. Pemerintah seharusnya menyediakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk menjaga stabil harga di pasar, misalnya pasar lelang yang diterapkan di Kabupaten Tapanuli Utara.
Kritik lain yang perlu dievaluasi adalah program Bupati Sokhiatulo Laoli-Arosokhi Waruwu yang
bertenger selama dua periode. Pasangan ini pernah menjanjikan adanya pabrik getah karet di Kepulauan Nias, namun sampai saat ini belum terwujud. Kritik sama juga disampaikan pada pemerintahan Kabupaten Nias Barat, Bupati Faduhusy Daeli di Sektor pertanian yang belum terealisasi sepenuhnya. Dari Informasi yang saya dapat, banyak program pertanian berbasis proyek, bukan pada letak penerima manfaat, tetapi bagaimana anggaran itu bisa “habiskan”, ini bisa diamati dari produktivitas lahan pertanian dari tahun ke tahun yang lambat.
Kembali ke pertanyaan awal. Mungkinkah? Saya tegaskan lagi, mungkin…! Ini kembali ke kepala daerah, apakah mereka menujukkan keberpihakan kepada petani atau tidak. Apakah rasa yang dialami petani di kepulauan Nias, turut dirasakan oleh para pemimpin daerah? Solusinya bagaimana? Pertama, Setiap program yang dijanjikan harus bisa dipertanggungjawabkan berdasarkan data yang akurat dari hulu sampai ke hilir. Ini juga menjadi referensi bagi warga untuk menilai program itu masuk akal atau tidak.
Kedua, pemerintah daerah harus mampu mengubah kebiasaan masyarakat dari petani tradisional menjadi petani modern. Ketiga, Jika pemerintah daerah memberi perhatian penuh kepada petani, terlebih dahulu diamati kebijakan yang dikeluarkan, terutama dalam postur anggaran (Politik Anggaran) yang akan diterjemahkan dalam RPJMD. Keempat, Kebijakan pemerintah dalam menempatkan SKPD harus disesuaikan dengan profesi, latarbelakang pendidikan, dan pengalaman kerja, jangan dijadikan jabatan politik. Kelima, harus ada evaluasi terus menerus, kalau bisa perlu dilibatkan pihak ketiga (akademis), sebagai bahan masukan kepada kepala daerah dari tahun ke tahun. Keenam, SKPD yang dipercayakan harus mampu membina mitra dengan pemerintah Pusat, untuk bisa menangkan peluang kerjasama daerah-pusat dengan baik dan benar.
Saya yakin bila ini bisa dilaksanakan dengan baik, oleh satu kabupaten disusul oleh kabupaten, ini bisa menjadi kekuatan ekonomi di kepulauan Nias, disamping sektor Pariwisata dan kelautan, apalagi jika ada dukungan dari para tokoh nasional, putra daerah kepulauan Nias. Apa yang dilakukan oleh Kabupaten Humbahas, Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Pakpak Barat menjadi model bagi pemimpin kepulauan Nias untuk maju, sehingga dari tahun ke tahun kabupaten Se-Kepulauan Nias bisa menjadi lumbung pangan, minimal kita tidak tergantung dari luar kepulauan Nias dalam kebutuhan pangan. Semoga.!
Demikianlah Artikel Pilkada dan Food Estate Di Kepulauan Nias, Mungkinkah?
Anda sekarang membaca artikel Pilkada dan Food Estate Di Kepulauan Nias, Mungkinkah? dengan alamat link https://kuberitai.blogspot.com/2020/11/pilkada-dan-food-estate-di-kepulauan.html